Pengikut

Memaparkan catatan dengan label alquran. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label alquran. Papar semua catatan

Khamis, Januari 07, 2016

POLIGAMI bukan sunah, tapi boleh dilakukan

foto hiasan

Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], Maka (kawinilah) seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisa’ : 4)
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
– Apakah Disunnahkan Poligami Dalam Islam ?
Poligami ini disunnahkan bila seorang laki-laki dapat berbuat adil di antara istri-istrinya berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Namun bila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil maka nikahilah satu wanita saja” (QS. An Nisa: 3)
Dan juga bila ia merasa dirinya aman dari terfitnah dengan mereka dan aman dari menyia-nyiakan hak Allah dengan sebab mereka, aman pula dari terlalaikan melakukan ibadah kepada Allah karena mereka. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya istri-istri dan anak-anak kalian adalah musuh bagi kalian maka berhati-hatilah dari mereka“. (QS. At Taghabun: 14)
Di samping itu ia memandang dirinya mampu untuk menjaga kehormatan mereka dan melindungi mereka hingga mereka tidak ditimpa kerusakan, karena Allah tidak menyukai kerusakan. Ia mampu pula menafkahi mereka. Allah Ta’ala berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Hendaklah mereka yang belum mampu untuk menikah menjaga kehormatan dirinya hingga Allah mencukupkan mereka dengan keutamaan dari-Nya” . (QS. An Nur:33)
(Dinukil dari “Fiqh Ta’addud Az Zawjaat”, hal. 5)
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i pernah ditanya tentang hukum poligami, apakah sunnah? beliau menjawab: “Bukan sunnah, akan tetapi hukumnya jaiz (boleh)“.
Sebuah Petikan Tentang Keadilan Salaf
Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah berkata dalam “Al Mushannaf” (4/387): Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Ath Thayalisi dari Harun bin Ibrahim is berkata: Aku mendengar Muhammad berkata terhadap seseorang yang memiliki dua istri: “Dibenci ia berwudlu hanya di rumah salah seorang istrinya sementara di rumah istri yang lain ia tidak pernah melakukannya“. (Atsar ini shahih)
Selanjutnya beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Mughirah dari Abi Muasyir dari Ibrahim tentang seseorang yang mengumpulkan beberapa istri : “Mereka menyamakan di antara istri-istrinya sampaipun sisa gandum dan makanan yang tidak dapat lagi ditakar/ditimbang (karena sedikitnya) maka mereka tetap membaginya tangan pertangan“. (Atsar ini shahih dan Abu Muasyir adalah Ziyad bin Kulaib, seorang yang tsiqah)
Peringatan !!!
Di antara manusia ada yang tergesa-gesa dan bersegera melakukan poligami tanpa pertimbangan dan pemikiran, sehingga ia menghancurkan kebahagiaan keluarganya dan memutus ikatan tali (pernikahannya) dan menjadi seperti orang yang dikatakan oleh seorang A’rabi (dalam bait syairnya):
Aku menikahi dua wanita karena kebodohanku yang sangat
Dengan apa yang justru mendatangkan sengsara
Tadinya aku berkata, ku kan menjadi seekor domba jantan di antara keduanya
Merasakan kenikmatan di antara dua biri-biri betina pilihan
Namun kenyataannya, aku laksana seekor biri-biri betina yang berputar di pagi dan sore hari diantara dua serigala
Membuat ridla istri yang satu ternyata mengobarkan amarah istri yang lain
Hingga aku tak pernah selamat dari satu diantara dua kemurkaan
Aku terperosok ke dalam kehidupan nan penuh kemudlaratan
Demikianlah mudlarat yang ditimbulkan di antara dua madu
Malam ini untuk istri yang satu, malam berikutnya untuk istri yang lain, selalu sarat dengan cercaan dalam dua malam
Maka bila engkau suka untuk tetap mulia dari kebaikan
yang memenuhi kedua tanganmu hiduplah membujang
namun bila kau tak mampu, cukup satu wanita, hingga mencukupimu dari beroleh kejelekan dua madu
Bait syairnya yang dikatakan A’rabi ini tidak benar secara mutlak, tetapi barangsiapa yang takalluf (memberat-beratkan dirinyamelakukan poligami tanpa disertai kemampuan memberikan nafkah, pendidikan dan penjagaan yang baik, maka dimungkinkan akan menimpanya apa yang dikisahkan oleh A’rabi itu yaitu berupa kesulitan dan kepayahan.
Wallahu A’lam
(sumber dari kitab : Al Intishar lihuhuqil Mu’minat. Karya : Ummu Salamah As Salafiyyah Hal. 154 -. Penerbit darul Atsar Yaman Cet. I Th. 2002. Telah diterjemahkan dengan judul buku : Persembahan untukmu Duhai Muslimah Cet. Pustaka Al Haura’ Yogyakarta)

Selasa, Oktober 21, 2014

BOLEH peluk anjing, peluk al-Qurr'an masih tak boleh!

WALAUPUN agama dan adat itu tidak sama, namun kedua-duanya sangat besar pengaruhnya dalam hidup. Orang Melayu beragama Islam beradat resam Melayu. Budaya hidup bangsa Melayu telah beradat dan beragama yang tidak boleh dipisahkan sejak zaman beragama Hindu-Buddha lagi.  Anjing dan babi ada hukum tertentu dalam agama, tetapi yang menambah tidak selesanya bangsa Melayu terhadap kedua-dua jenis haiwan itu ialah adat Melayu.

ruyung telah dipacahkan

Orang Kristen di Eropah boleh memegang al-Quran

Maka apabila ada majlis menyentuh anjing di Petaling Jaya tentulah menjadi isu satu Malaya. Bukan saja tangan menyentuh anjing, malah memeluknya sebagai gambaran ‘melepaskan rindu’ ratusan tahun yang tertangguh. Itulah, dari sudut agama tidak berdosa, adatnya memanglah salah.  Mungkin para pendakwah telah membuat kajian, bahawa dengan pecahnya halangan terhadap anjing maka peratusan yang akan masuk Islam bersama anjing-anjingnya meningkat hingga 50 peratus! Jika tidak ada kajian, untuk apa program yang mencabar institusi agama dan adat, yang dinaungi Raja-raja Melayu.

Di balik isu dan minda Melayu yang sedang dipecahkan terhadap anjing, ada lagi halangan yang perlu juga dirobohkan. Tanpa wuduk, orang Melayu tidak boleh menyentuh mushaf al-Quran.  Kepada orang Melayu, tanpa wuduk dengan menyentuh al-Quran adalah haram dan berdosa, sedangkan mereka juga sedar menyentuh anjing tidaklah difahami berdosa! Nampak sangat janggalnya bangsa kita terlajak meletakkan hukum.  Al-Quran wahyu Allah dan diyakini sebagai panduan hidup manusia (manusia ertinya termasuk yang bukan beragama Islam) tidak boleh disentuh, dipegang atau ditatap jika dalam hadas. Sentuh juga, berdosalah kamu! Aduhai……

Keutamaan sekarang ialah mengajak Melayu membaca al-Quran pada banyak masa, bukan hanya di atas sejadah atau masih bertelekung.  Bawa dan bacalah al-Quran semasa berkelah, berkelana, ke  stadium atau ke mana-mana asalkan tidak ke dalam jamban.  Tidak ada dalil yang melarang muslim (Melayu juga) memegang dan membaca al-Quran sekalipun hanya dalam hadas kecil.  Kalau ada mereka berpegang dalil ialah ayat 79 surah al-Waqi’ah. Malangnya ayat itu tidak ada kena-mengena dengan hukum berwuduk untuk memegang mushaf al-Quran. Tidak ada kaitan pun dengan al-Quran yang di atas muka bumi ini.

40 tahun dahulu sukar menemui al-Quran yang ada terjemahan sekalipun orang Melayu bukanlah tahu dan faham Bahasa Arab.  Hari ini banyak al-Quran yang ada terjemahannya, yang boleh dibaca dan difahami maknanya. Bukan semua ayat al-Quran perlu dirujuk kepada ustaz atau ulama untuk diketahui maknanya. Makna yang zahir, yang boleh dijadikan panduan pun banyak.


Maka tidak perlu dinyatakan 1001 alasan mengapa al-Quran masih hendak dipisahkan daripada diri dan jiwa orang Melayu yang tegas mempertahankan agamanya.  Jika anjing pun boleh dipeluk dengan gembira tanda melepaskan rindu ratusan tahun, tidakkah kita gembira sentiasa ditemani al-Quran dalam poket baju atas tas tangan.  Fikirlah yang positif. Kalau berfikir yang negatif, jumudlah untuk 1000 tahun lagi.

Isnin, Julai 21, 2014

BOLEHKAH perempuan dalam haid membaca al-Qur'an?

KATA seorang ustaz di kaca TV (lebih-kurangnya begini), “Perempuan-perempuan yang sudah putus haid sepatutnya lebih bersyukur kepada Allah sebab sekarang mereka sudah boleh melakukan amal ibadah tanpa ada sekatan, tidak seperti pada zaman didatangi haid.”  Makna lain daripada ayat berkenaan ialah: Perempuan yang didatangi haid rugi kerana tidak dapat beribadah (mendapat pahala ibadah di sisi Allah) sebagaimana para lelaki yang dapat berterusan mendapat pahala ibadah.

hanya hiasan

Rasa rugi itu bertambah tebal apabila berada dalam 10 hari terakhir Ramadan yang salah satu malamnya adalah Malam al-Qadr. Pada malam itu pahala amal ibadah akan diganda-ganda oleh Allah swt. Betapa ruginya menjadi perempuan dalam haid tanpa boleh melakukan satu pun amal ibadah khusus kepada Allah!  Begitukah?

Bagi larangan beribadah kepada perempuan dalam seperti solat, berpuasa dan tawaf di Baitullah memang sudah jelas dalilnya. Namun larangan membaca al-Quran kepada perempuan haid tidak ada!   Jika tidak ada, maka membaca al-Quran adalah satu amalan yang sama kedudukannya kepada lelaki atau perempuan sama ada semasa haid atau tidak.

Catatan ini merupakan pilihan lain daripada kefahaman biasa bahawa ‘haram dan berdosa perempuan haid memegang al-Quran dan membacanya’.

Mengapa perempuan dalam haid boleh membaca al-Quran sebagaimana dia bukan dalam haid. Jawabnya mudah, tidak ada larangan khusus daripada Allah dan rasul-Nya.  Selama ini kita diberikan hujah ayat 79 surah Al-Waqi’ah (maksudnya) “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” Secara harfiah ayat berkenaan seperti ditujukan kepada kita, namun jika diteliti lebih mendalam ayat berkenaan tiada ada kaitan dengan kita sama sama berwuduk atau tidak, atau dalam junub atau tidak. Ayat berkenaan merupakan sumpah Allah bahawa al-Quran di Lauh Mahfuz terpelihara daripada syaitan.

Ayat 75-82 surah al-Waqi’ah: “Maka Aku bersumpah dengan beredarya bintang-bintang.  Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar jika kamu mengetahui. Sungguh al-Quran ini adalah bacaan yang mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuz), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.  Diturunkan daripada Rabb (Tuhan) semesta alam. Maka apakah kamu menganggap al-Quran ini perkara remeh? Kamu (mengganti) rezeki dengan mendustakan (Allah).”

Siapakah yang mentafsirkan bahawa ‘orang-orang yang disucikan' adalah para malaikat (bukan manusia)? Antara para sahabat nabi yang berfahaman demikian ialah Ibnu Abas, Anas bin Malik, Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Adh-Dhahak, Abusy Sya’tsa, Jabir bin Zaid, Abu Nahik, As-Suddi dan Abdurrahman bin Zaid. Sila lihat Tafsir Ibn Katsir bagi ayat berkenaan.

Maka ayat 79 surah al-Waqi’ah itu tidak dapat dijadikan dalil haramnya orang dalam hadas menyentuh al-Quran. 

Ada juga hadis yang membawa maksud “Tidak boleh membaca sesuatu apa jua daripada al-Qur’an seorang yang dalam keadaan junub atau haid.” (Riwayat At-Tarmizi dan Al-Baihaki) Hadis ini dinyatakan hadis daif oleh ahlul hadis seperti Al-Bukhari dan dan Al-Baihaki.

Kata Imam Ibn Taimiyah dalam Majmu al-Fatawa: Sesungguhnya para wanita mereka mengalami haid pada zaman Rasulullah s.a.w., maka seandainya membaca al-Qur’an diharamkan ke atas mereka (ketika haid) sepertimana solat, pasti baginda Nabi s.a.w. akan menjelaskannya kepada umatnya. Baginda akan mengajarnya kepada para Ummul Mukminun (para isteri baginda) dan akan dinukil daripada mereka oleh orang ramai. Akan tetapi tidak ada satu pun (riwayat) yang melarang yang dinukil daripada Nabi s.a.w.. Oleh itu hal ini tidak boleh dianggap terlarang padahal telah diketahui bahawa baginda tidak melarangnya. Justeru jika baginda tidak melarangnya padahal ramai wanita yang haid pada zamannya, maka sesungguhnya ketahuilah bahawa ia sememangnya tidak haram.

Sebagai nota tambahan: Al-Quran pada zaman Nabi s.a.w. tidaklah sama maksudnya seperti pada hari ini. Pada zaman itu yang disebut al-Quran merupakan rangkaian ayat yanag tertulis pada kertas, kain dan sebagainya termasuk yang dihafal para sahabat.  Hari ini maksud al-Quran ialah sebuah mushaf atau naskhah 30 juzuk. Tidak ada riwayat yang menceritakan bahawa Nabi s.a.w. mengarahkan sahabat yang akan menulis wahyu supaya bersuci daripada hadas dahulu sebelum mencatat wahyu-wahyu berkenaan.  Lagi pula tujuan al-Quran diturunkan atas bumi ini sebagai panduan hidup manusia. Oleh itu secara logiknya pula, tidak mungkin ada sekatan untuk manusia membaca (termasuk menyentuhnya) demi memahami kandungannya.

w.a.

Isnin, Ogos 05, 2013

KENA kurung baru khatam al-Quran sebulan

RAMADAN 1434 kian berakhir, bermakna tawaran pahala berganda dalam sebulan untuk ibadah kian berakhir.  Untuk secara rasmi banyak masjid dan sekolah telah membuat majlis khatam al-Quran khasnya pada malam 27 Ramadan.  Sebenarnya khatam 114 surah atau 30 juzuk al-Quran hanya sebagai tanda aras pembacaan al-Quran yang berterusan sepanjang bulan Ramadan yang penuh barkah.  Pada bulan-bulan lain, disiplin pembacaan al-Quran kita tidak sebaik pada bulan Ramadan.

datang ziarah setelah lebih 25 tahun berlalu

Walaupun tidak ada hasil kajian mengenai peratusan umat yang tamat bacaan 30 juzuk dalam tempoh sebulan, cukuplah dengan kaedah kajian ringkas.  Misalnya daripada tujuh orang ahli keluarga, berapakah yang telah tamat bacaan 30 juzuk? Di sebuah sekolah, misalnya ada 100 guru muslim, berapakah antara mereka yang tamat bacaan 30 juzuk?  Daripada kajian ringkas ini mudah saja membuat kesimpulan peratusan yang berjaya menamatkan bacaan al-Quran.

Kepada orang awam, membaca al-Quran yang tidak diketahui maknanya dalam bahasa Melayu tidaklah seperti membaca sebuah novel yang dramatik dan penuh unsur suspen. Untuk membaca selama 30 minit dirasakan begitu lama walhal membaca akhbar atau menonton TV tidak cukup dengan masa setengah jam itu.

Kategori pembaca al-Quran bagi ajam atau orang bukan Arab juga pelbagai. Umumnya boleh dibahagikan kepada tiga kategori iaitu yang lancar, sederhana dan ‘merangkak-rangkak’.  Tidak ada masalah kepada yang bacaannya lancar, tetapi perlukan motivasi dan kesabaran kepada tahap kedua dan ketiga.  Oleh kerana budaya Melayu kita membaca al-Quran bukanlah bacaan utama seperti membaca akhbar harian, maka banyaklah antara kita yang bacaannya kategori sederhana dan ‘merangkak-rangkak’.     

Ini pengalaman saya. Sehingga usia saya 20 tahun bacaan al-Quran saya yang terbaik pun kategori sederhana.  Oleh itu yang tertanam dalam minda saya ialah ‘tidak mungkin’ menamatkan semua ayat al-Quran dalam sebulan.  Maka sejak khatam al-Quran pada usia kanak-kanak, tidak ada jadual masa menamatkan bacaan dalam tempoh tertentu.  Orang tua hanya memantau setiap malam mesti membaca al-Quran, namun apabila usia menjadi remaja kawalan orang tua semakin longgar. Akibatnya pun buruk!

Dengan takdir Tuhan saya menerima pelawaan seorang rakan untuk belajar terjemahan al-Quran secara harfiah di Maahad Ittiba us-Sunah (MIS) di Kuala Pilah tahun 1986.  Oleh kerna MIS pusat kajian al-Quran maka murid-muridnya (pelbagai peringkar umur) sentiasa membaca al-Quran. Dan apabila tiba Ramadan, semua membaca al-Quran siang dan malam.  Oleh itu saya pun memaksa diri membudayakan membaca al-Quran bersama mereka.  Dengan dibantu murid-murid lain (yang lebih muda usianya) mengenai pembacaan saya, dan pembacaan yang lama setiap masa lama-kelamaan bacaan saya semakin baik dan dapat menghabiskan 30 juzuk sebelum tamat Ramadan!  Barulah pecah ‘persepsi bodoh’ yang memerangkap saya selama ini, bahawa saya tidak boleh menghabiskan 30 juzuk dalam sebulan.

Memang saya sangat berterima kasih kepada keluarga Haji Ahmad bin Abdullah di Kuala Pilah, guru harfiah almarhum Ustaz Hashim A Ghani, Ustaz Khairuddin, Ustaz Azhar dan semua sahabat MIS waktu saya di sana seperti Rahmat (Singapura), Abdul Nasir (Johor, sekarang di Indonesia), Suhaimi (Pahang) dan lain-lain.

Sebenarnya budaya sekitar dan kemampuan yang kita ada menjadi perangkap untuk kita merasa sentiasa kalah.  Apabila kita dikurung dalam budaya baru, kita terpaksa mengubah sikap dan kemampuan kepada sebaik yang boleh.


Kita mungkin bertekad mahu berjaya menjadi pembaca al-Quran yang baik, namun cabarannya ialah budaya sekitar yang tidak memberi bantuan.  Itulah sebabnya banyak mana pun tazkirah  dan nasihat ustaz (termasuk membebel) masih gagal menghasilkan anasir-anasir baru yang punya kesungguhan besar sebagai pembaca al-Quran yang tegar.  Kalau tanya saya bagaimana caranya, saya jawab sebagaimana yang saya lalui: Kurung dalam budaya para pembaca al-Quran!

Khamis, Julai 25, 2013

NUZUL al-Qur'an: wahyu juga melariskan barang dagangan

SECARA rasmi di Malaysia, malam turunnya wahyu pertama di Gua Hira kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad s.a.w. telah dijadikan ingatan dan rakyatnya diberikan hari libur, cuti!  Sebenarnya sebagai peringatan bahawa al-Quran sebagai panduan hidup manusia, seluruh manusia, bukan hanya kepada muslim. Misalnya ayat 1 dan 2 surah al-Naml (maksudnya), “Tha Sin. Inilah ayat-ayat al-Quran, kitab yang jelas, petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Satu contoh berita gembira kepada orang-orang beriman, ayat 42 surah al-A’raf (maksudnya), “Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal kebajikan, Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kemampuannya.  Mereka itulah penghuni syurga, kekal di dalamnya.”

Berita yang mengerikan pun ada, sebagai amaran atau peringatan seperti ayat 145 surah an-Nisa’ (maksudnya), “Sungguh orang-orang munafik (ditempatkan) di tingkat paling bawah neraka.  Dan kamu tidak mendapat seseorang pun sebagai penolong.”

Antaranya al-Quran mengajar manusia supaya melakukan keadilan sekalipun emosinya rasa panas seperti ayat 8 surah al-Ma’idah (maksudnya), “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan kerna Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil.  Dan janganlah kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil.  Berlaku adillah!  Kerna berlaku adil itu mendekati taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan.”



Namun ada segelintir orang yang diberi pengetahuan membaca al-Quran dengan baik menggunakan ilmunya tidak sebagaimana yang disuruh Allah.  Sesuka hatinya sahaja menjadikan bacaan al-Quran sebagai bahan pelaris dagangan seperti dengan membuat iklan bahawa air yang dijualnya sudah dibacakan 30 juzuk al-Quran!  Sampai air oren bergas pun dilabel sebagai air penawar sakit yang didakwa sudah dibacakan ayat-ayat al-Quran.  Dengan iklan begitu, tentu menggamit muslim yang polos untuk membelinya. Dan kepada peniaganya, itu juga cara meningkatkan harga air yang dijual.  Tak mungkin baca-baca percuma…… 


Ahad, November 25, 2012

ORANG-orang politik, bolehkah saling memaafkan?


AL-QUR’AN terlebih dahulu diwahyukan kepada manusia, berbanding gara-gara pemikiran demokrasi dan hak asasi manusia zaman Renaissance Eropah dahulu.  Oleh itu al-Quran tetap sebagai satu rujukan besar apabila berlaku apa juga aktiviti atau perubahan semua bidang manusia. Revolusi Perancis kurun ke-18 dikatakan asas pemikiran demokrasi, itu pun wajib dilihat kepada al-Quran, apakah pemikiran-pemikiran dari Eropah itu sesuai dengan dasar al-Quran.

foto sekadar hiasan

Hari ini pemikiran demokrasi dan hak asasi manusia nampaknya sangat subur, sehingga dengan mudah kita mendengar kalimah atau ayat “ini  hak kami dalam demokrasi” atau “ini hak-hak saya sebagai manusia merdeka”.  Kalau saja hak-hak yang baik memang sejajar dengan wahyu Allah, namun sudah biasa pula kedengaran orang berkata “hak kami membalas perbuatan mereka zaman lampau” atau “Jika mereka melakukannya dahulu, mengapa kami dilarang”. Ayat-ayat demikian lebih kepada balas dendam yang menghancurkan kerukunan yang menjadi keutamaan hidup bersandar wahyu.  Bukan Allah tidak tahu semua masalah manusia, tetapi Allah tetap memberi pilihan yang terbalik daripada kerakusan hawa nafsu.

Memang orang bersalah, dan perbuatan itu sangat merugikan pihak yang satu lagi.  Hari ini ayat “kami dizalimi” sangat meriah kerna lumrah sifat manusia hanya melihat apa keburukan orang dan keinginan-keinginan dirinya yang tidak tertunai.  Mudah orang mengatakan “dia zalim sebab hak saya tidak diberikan”.  Dengan meluasnya pasaran tidak puas hati, maka meluas juga perasaan merasa dizalimi dan tidak akan memberi maaf.  Akibatnya banyak aksi buruk manusia semata-mata kerna membelakangkan anjuran memberi maaf sekalipun dirinya sangat dirugikan.  Gejala membalas dendam (tidak memberi maaf) merupakan satu fitnah dalam masyarakat kerna membawa kehancuran kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

Lihat beberapa ayat al-Quran yang menjelaskan keutamaan memberi maaf sekalipun nafsu manusia asalnya mahu membalas dendam terhadap pihak lain.

Maksud ayat 22 surah an-Nuur, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan antara kamu bersumpah bahawa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabatnya, (iaitu) orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.  Apakah kamu tidak suka Allah mengampunimu?  Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”

Ayat di atas turun sebagai respon sahabat Nabi s.a.w. iaitu Abu Bakr yang berjanji tidak akan memberi nahkah kepada Mitshah yang telah menyebarkan berita dusta berkenaan isteri Nabi s.a.w. iaitu A’isyah.  Bukan kepalang derita akibat berita dusta sehingga orang yang kuat iman seperti Abu Bakr mahu menghukum (membalas dendam) terhadap Mitshah.  Biarpun terbukti Mitshah itu bersalah, tetapi anjuran Allah ialah memaafkan, dan sebagai ganjaran di akhirat sana ialah keampunan Allah.  Jadi, soal memaafkan akibat dirugikan sangat berkait dengan keimanan terhadap balasan Hari Akhirat.  Di dunia, si pemaaf tidak mendapat keuntungan apa-apa, tetapi balasan baik yang besar di akhirat. Dan Abu Bakr berkata, “Demi Allah, sungguh aku mengharap keampunan Allah” (sumber hadis riwayat at-Tabarani).

Maksud ayat 126 surah an-Nahl, “Dan jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan (kerugian) yang ditimpakan kepada kamu.  Tetapi jika kamu bersabar, sungguh itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang bersabar.”

Ayat itu Allah membenarkan juga untuk membalas kejahatan orang asalkan sama atau setimpal.  Namun Allah lebih menyukai ‘bersabar’ atau memberi maaf, tidak mengambil tindakan balas.  Bukan Allah tidak tahu orang yang dizalimi itu rugi, tetapi Allah membimbing manusia ke jalan damai.  Ada sifat manusia yang suka berlebih-lebih dalam mengambil tindakan, konon hendak membalas kejahatan tetapi nanti kerna amarah dan dendam lama, maka terjadilah berlebih-lebihkan dalam membalas kejahatan itu.  Maka itulah Allah lebih suka orang yang memberi maaf dan bersabar.

Ada satu lagi ayat, iaitu 149 surah an-Nisa, “Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh Allah sangat pemaaf dan maha kuasa.”

Moga orang yang sedang berjuang dalam politik zaman demokrasi ini, yang sering menghalalkan tindakannya atas nama melawan kezaliman dapatlah merenung kembali ayat-ayat di atas dan jaminan Allah di akhirat kelak.  Ternyata, selama ini telah banyak fitnah dan marak api permusuhan gara-gara membalas kejahatan sesama muslim.

Ahad, Ogos 05, 2012

SAAT teringatnya nuzulul Qur'an


SABAN tahun umat Islam mengingati hari pertama turunnya wahyu (al-Quran) kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad s.a.w.  Turunnya wahyu kepada manusia pada kurun ketujuh Masehi dahulu merupakan satu titik tolak penting tamadun manusia. Bahasa mudahnya, setelah turunnya wahyu manusia menjadi manusia yang menepati fitrahnya iaitu menyerahkan diri kepada yang menciptanya.  Itu hanya kepada sesiapa yang mengakui ‘Tidak ada tuhan melainkan Allah’.  Yang terus menafikan Allah sebagai Tuhan atau mengakui juga Allah sebagai Tuhan tetapi percaya juga hal-hal lain punya kuasa seperti Tuhan, mereka tidak termasuk manusia yang menepati fitrah kejadiannya.


Sebab itulah wahyu sangat penting dan utama dalam kehidupan orang yang percayakan Allah.  Al-Quran sebagai wahyu telah mengubah pemikiran dan cara hidup manusia.  Al-Quran mengajar bahawa kebenaran bukan diukur dengan keputusan-keputusan secara majoriti, melainkan benar kerana ada faktanya!  Maksud ayat 116 surah al-An’am: “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi ini nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.  Yang mereka ikuti hanyalah sangkaan belaka dan mereka hanya membuat kebohongan.”  Ayat ini benar-benar satu seruan untuk manusia mencari agama daripada sumbernya yang sah, bukan menjadi pembonceng kepada orang yang disangka benar agamanya.  Ayat itu bukan sahaja ditujukan kepada manusia yang terang-terang menolak jalan Islam sebagai agama dan sistem hidup, malah yang memilih Islam pun tetap dipertanggungjawabkan mencari maklumat agama yang sah. Beragama bukan dengan cara mengikuti secara borong atau beramai-ramai seperti satu pesta suka-sukaan.

Memang dalam beragama banyak perselisihan dan debat, yang masing-masing mendakwa agamanya yang benar.  Yang tidak dipegang itu adalah salah.  Jadi Allah menjelaskan tujuan al-Quran juga untuk menjelaskan mana yang betul dan salah. Lihat maksud ayat 64 surah an-Nahl: “Dan Kami tidak menurunkan kitab (al-Quran) ini kepadamu (Muhammad) melainkan agar engkau menjelaskan kepada mereka apa yang diperselisihkan itu, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Orang beragama selalunya disandarkan kepada agama nenek-moyangnya.  Begitulah kebanyakan orang di mana-mana juga, sehingga para muslim juga tidak malu mengakui dirinya menjadi muslim kerna mengikuti nenek-moyangnya.  Sekalipun begitu, al-Quran mengajarkan manusia supaya beragama berdasarkan petunjuk Allah.  Lihat penjelasan Allah pada ayat 104 surah al-Ma’idah: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) rasul’. Mereka menjawab, ‘cukuplah bagi kami dapati daripada nenek-moyang kami’.  Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek-moyang mereka walaupun nenek-moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa  dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”  Maka sebagai muslim beragama dengan alasan nenek-moyang bukan juga caranya, melainkan beragama kerna petunjuk al-Quran dan mengikuti penjelasannya oleh rasul, Muhammad s.a.w.

Ada amaran lain daripada Allah mengenai pembohongan manusia atas nama Allah yang disandarkan kepada kitab wahyu!  Hal ini terjadi disebabkan orang beriman percayakan kitab Allah (al-Quran). Untuk memesongkan agama para muslim, si pendusta juga berkata-kata bagaikan sumbernya wahyu atau kitab Allah. Maksud ayat 78 surah Ali Imran: “Dan sungguh di antara mereka nescaya ada segolongan yang memutarbelit lidahnya membaca kitab, agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian daripada kitab, padahal itu bukan daripada kitab.  Dan mereka berkata ‘itu daripada Allah’ padahal itu bukan daripada Allah.  Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah padahal mereka mengetahui.”

Oleh itu para muslim atau yang beriman kepada Allah tidak ada pilihan lain, mestilah merujuk sepenuhnya al-Quran dan sunah nabi s.a.w. sebagai jalan menetapkan benarnya agama yang dilalui.  Teliti dan waspadalah kepada orang yang berkata hal-hal agama tetapi tidak menyandarkan ajarannya kepada wahyu sedangkan agama yang diketahui itu bermula daripada wahyu Allah.  Kelak apabila kita mengetahui apa yang diajarkan itu berlawanan pula dengan wahyu Allah, maka tinggalkanlah.  Itulah jalan yang benar.  Tidak ada persekutuan antara agama yang benar dengan yang direka-reka oleh si pendusta, yang berkata atas nama Allah.

Wallahu aklam.


Selasa, Julai 31, 2012

Al-Quran melawan perasaan manusia


BULAN Ramadan juga bulan orang membanyakkan membaca al-Quran sebagai ibadah khusus kepada Allah.  Telah banyak ditemui bahawa al-Quran merupakan panduan hidup manusia.  Namun gagasan al-Quran rupa-rupanya bukanlah senantiasa menyertai keputusan pemikiran dan perasaan manusia.  Malah para pembaca akan menemui banyak ayat al-Quran yang tidak cocok dengan kebiasaan kita manusia.  Namun itulah gagasan al-Quran untuk manusia.  Ini antaranya….

Kita kikir atau kedekut!  Memang antara sifat manusia ialah kikir untuk menginfakkan sebagian hartanya ke jalan Allah. Sedekahkan wang kepada fakir miskin atau anak-anak yang sedang menuntut ilmu.  Sedekah bermakna akan mengurangkan harta yang dimiliki.  Allah memberi penjelasan bahawa sedekah tidak dirugikan, malah digandakan ganjarannya.  Soal utama ialah kepercayaan bahawa gandaan sedekah itu kalau tidak di dunia adalah pada hari akhirat.  Hari akhirat itulah yang selalu membuat manusia tidak sabar dan mengambil sikap kikir di dunia ini.

Maksud  surah al-Baqarah: 261. “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan  bagi siapa yang Dia kehendaki, Dan Allah Maha luas dan Maha  Mengetahui.”

Dalam dunia yang dikatakan tanpa sempadan, kita kerap diajak untuk bertindak pantas dan saling berlumba-lumba. Tidak sedikit yang merasakan perhitungan di hadapan jauh daripada kehendak Allah.  Jika mahukan sesuatu tuntutan itu ditunaikan oleh seseorang, ada yang mendesak dengan membuat demontrasi dan ugutan.  Walhal Allah mengajarkan kita supaya berhemah dan bertenang.  Sangat berbeda kehendak manusia yang mahukan kepantasan dan hiruk-pikuk sedangkan Allah membimbing manusia supaya memohon dengan aman damai.

Maksud surah al-Baqarah: 153. “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Perasaan marah kita mudah menggelojak.  Kadang-kadang kerna berita kecil yang tidak menyenangkan hati menyebabkan perasaan marah itu membuak-buak terutama apabila ada ‘batu api’ yang mengada-ada berita sejengkal menjadi sehasta.  Selalunya benci terhadap seseorang menyebabkan orang yang dibenci itu menjadi mangsa untuk dimanipulasi dalam banyak hal. Teknologi digital memungkinkan foto seseorang diubah suai untuk tujuan buruk itu.   Al-Quran menahan kita daripada bersikap begitu.

Maksud surah al-Ahzab: 58. “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan  perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

Dalam bulan Ramadan ini tampak banyaknya orang melaksanakan pemindahan pahala kepada seseorang.  Selalunya pahala dipindahkan kepada orang yang sudah mati.  Namun konsep pemindahan pahala sekarang sudah difahami pula sebagai boleh dipindahkan kepada orang yang masih hidup.  Bukan rahsia pula aliran wang beraku dalam proses pemindahan pahala iaitu upah-upah kepada si pembaca al-Quran.  Banyak yang fikir itu betul tetapi tidak kepada Allah.

Maksud surah Fusilat 46. “Siapa yang mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa berbuat jahat, maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba (Nya).”

wa

Ahad, April 29, 2012

ISLAM daripada Allah, maka jangan berdusta dengan kalimah Islam


ENTAH berapa banyak orang menyarankan kembali kepada Islam apabila individu, masyarakat atau umah ditimpa masalah.  Sebut saja masalah keburukan sosial anak muda, ketinggalan ekonomi atau kemuncupan kuasa politik, pasti akan ada saranan supaya gunakan ajaran Islam untuk selesaikan masalah.  Seruan ajaran Islam seakan keramat, mudah menjadi penyejuk kemarahan dan kegelisahan.  Perkataan Islam juga mudah menarik minat masyarakat.  Malah orang yang sering menyeru kepada Islam juga mendapat manfaat peribadi apabila dianggap berperibadi mulia.  Mana mungkin orang yang menyeru kepada Islam, seorang yang bobrok peribadinya.

Islam itu satu agama dan sistem hidup.  Allah telah menyebut kalimah Islam dalam al-Quran serta mengesahkan satu agama yang sempurna.  Semua boleh lihat ayat 3 surah al-Ma’idah: “….Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan Aku reda Islam menjadi agamamu.”

 Harap perbuatan seperti ini tidak dikaitkan atas nama Islam atau Allah

Oleh kerana Islam adalah satu rahmat kepada seluruhnya, maka semua mahu mendapat manfaat dengan Islam.  Lihatlah orang berniaga, mereka juga mempromosikan barangan yang halal termasuk sistem kewangan Islam.  Orang hendak mengubati pesakit juga awal-awal menyatakan kaedah rawatannya adalah secara Islam.  Orang hendak menjadi penguasa juga telah membawa mesej yang cara perjuangannya adalah menepati Islam. Bukan itu sahaja, malah mereka juga mendakwa amalan kekuasaannya nanti pasti kekuasaan Islam.  Anak-anak yang belajar dan mahu menduduki peperiksaan awam juga diberikan modul persediaan diri yang dikatakan secara Islam.

Kerana banyaknya seruan atas nama Islam dan begitu meluas pula kadang-kadang timbul pertanyaan mengapa setelah sekian lama dan banyaknya seruan atas nama Islam, masalah masih berlaku dan tidak surut pun.  Benar, sebagian yang menyatakan Islam berdasarkan ilmu dan kejujurannya, tetapi tidak kurang pula yang menjadikan istilah ‘Islam’ sebagai benteng dan senjata meneruskan cita-citanya.

Islam sebenarnya daripada Allah.  Seperti dalam ayat di atas bahawa Allah sendiri mengesahkan Islam sebagai agama yang sempurna. Maka sesiapa saja yang mendakwa itu Islam dan ini Islam sebenarnya mendakwa itu adalah kaedah atau sistem daripada Allah, bukan rekaan manusia biasa!  Walaupun tidak menyatakan dalil al-Quran untuk sesuatu penjelasan, apabila saja dikatakan Islam, pasti pautannya adalah Allah.  Oleh itu jika mendakwa itu Islam dan ini Islam sedangkan akhirnya berlawanan dengan prinsip al-Quran, maka sebenarnya individu berkenaan telah menjual nama Allah.  Orang seperti ini mengada-adakan kedustaan atas nama Allah untuk tujuan tertentu, mungkin dengan sedar atau sebaliknya.

Ada ancaman daripada Allah kepada sesiapa yang berani-berani mengada-adakan sesuatu yang disandarkan kepada Allah sedangkan hakikatnya tidak begitu.  Cuba lihat maksud ayat 33 surah al-Araf: “Katakanlah, Rabku (Tuhanku) hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang kelihatan atau tersembunyi, perbuatan  dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu, dan (mengharamkan perbuatan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.”

Kata Imam Ibn Qayyim, antara urutan itu, Allah menyebut sesuatu yang paling berat pengharamannya daripada semua itu, iaitu mengada-adakan atas nama-Nya tanpa ilmu.  Termasuk di dalamnya kebohongan yang terkait dengan seluruh asma sifat, perbuatan Allah, agama serta syariat-Nya.

Sebab itulah sebaik-baik tawaran Islam kepada sesiapa juga mestilah diberikan sandarannya daripada ayat al-Quran supaya jelas kedudukan di sisi Allah.  Hal ini juga untuk menambah keimanan kepada Allah dalam kehidupan seseorang serta meyakini bahawa apa yang sedang dilalui benar-benar daripada Allah, Tuhan yang maha berkuasa dan maha perkasa.


Isnin, November 28, 2011

AMAL baik dan buruk tanggungan sendiri


“APA yang saya kerjakan tentulah upahnya saya yang dapat.  Apa yang kamu laksanakan tentulah hasilnya kamu yang merasai.  Adalah suatu yang pelik apabila kamu yang melakukan kerja, hasilnya saya yang menikmatinya!” Begitulah fitrah kehidupan manusia.

Pahala dan dosa menjadi penentu nasib seseorang di akhirat kelak.  Semua tercatat dalam buku amalan masing-masing.  Sesiapa yang pahalanya (amal kebajikan) banyak baiklah balasannya, sesiapa yang dosanya (amal keji) banyak buruklah balasannya.


Seseorang tidak menanggung dosa orang lain, dan tidak pula menerima pahala daripada amal kebajikan yang tidak dilakukannya.  Prinsip ‘sendiri buat sendiri tanggung’ meliputi semua orang tidak mengira zaman. Prinsip ini terus berlaku  antara orang-orang yang masih hidup atau antara orang hidup terhadap orang mati.  Prinsip ini juga berlaku antara mereka  orang yang telah mati. .  Prinsip al-Quran sangat mudah difahami berkaitan hal ini. 

Maksud surah at-Tur:16 “Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan atas apa yang kamu usahakan.”  Ayat 21 pula “Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan)  mereka.  Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Maksud surah Fusilat:46 “Barang siapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri.  Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.”

Maksud surah an-Najm:38-39 “Bahawa seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain.  Dan bahawa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.”

Maksud surah al-Qasas;90 “Dan barang siapa membawa kejahatan, maka disungkurkan wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidak diberi balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah kamu kerjakan.”

Maksud surah al-Isra:15 “Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri.  Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa (seseorang/kaum) sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Maksud surah Fatir:18 “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.  Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu, tidak akan dipikulkan sedikit pun meski (yang dipanggilnya) kaum kerabatnya.”

Maksud surah al-Baqarah:48 “Dan takutlah kamu pada hari (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun.  Sedangkan syafaat dan tebusan apa pun daripadanya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong.” 

Maksud surah al-Baqarah:141 “Itulah umat yang telah lalu.  Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan.  Dan kamu tidak akan diminta (tanggung jawab) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Maksud surah al-Baqarah:281 “Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).”

Itulah beberapa ayat Allah sebagai pegangan hidup muslim untuk penentuan nasib selepas mati.  Ayat-ayat Allah dalam al-Quran begitu mudah difahami sama ada oleh yang berpelajaran tinggi atau rendah.

Maksud surah al-Qamar:17 (dan 22) “Dan sungguh, telah Kami mudahkan al-Quran untuk peringatan, maka adakah orang yang mahu mengambil pelajaran?”

Semoga orang-orang yang mengambil pelajaran tidak akan berangan-angan bahawa kelak setelah kematiannya dia akan ditolong melalui kiriman pahala atau dosanya akan ditanggung (atau dibersihkan) pula oleh orang-orang yang masih hidup. Wallahuaklam.

Isnin, November 21, 2011

BANGSA Arab jahiliah yang bertamadun


HARI ini 21 November merupakan hari pertama peperiksaan STPM 2011.  Saya teringat kembali sewaktu menduduki SPTM dahulu dan sangat meminati subjek sejarah.  Yang sejarah Islam lagi saya suka, sampai sekarang masih menjadi pentelaah sejarah Islam.

Dalam buku-buku, digambarkan bangsa Arab Jahiliah sebagai bangsa Arab yang mundur selain jahil agamanya. Maksud mundur itu diertikan sebagai kurangnya kemajuan kebendaan, pemikiran, ekonomi dan lain-lain berbanding tamadun Rom dan Parsi, zaman itu. Penulis-penulis atau sesekali penceramah agama (sebenarnya jarang ceramah agama di masjid membicarakan topik sejarah secara khusus) menyatakan hikmah Allah memilih bangsa Arab yang jahil dan mundur supaya menjadi bukti bahawa Islam merupakan  satu sistem hidup roh dan fizikal yang mesti digunakan untuk menjayakan hidup manusia.

Dalam buku sejarah di sekolah-sekolah memberitahu bermulanya zaman Arab Jahiliah ialah pecahnya empangan el-Maarib di Yaman tahun 300M.  Keruntuhan empangan itu sebagai titik mula kemunduran tamadun Arab sehingga turunnya wahyu pertama di Makkah tahun 610M.  Ini menggambarkan betapa ‘teruk’nya kehidupan bangsa Arab sebelum Islam yang difahamkan kepada anak-anak muslim dan pembaca sejarah Islam.  Benarkah begitu?

Satu sifat ayat al-Quran ialah menggunakan contoh semasa (zaman turunnya wahyu-wahyu) sebagai perbandingan supaya maksud wahyu benar-benar difahami oleh bangsa yang menerima wahyu, iaitu Arab di Makkah atau semenanjung  Hijaz.  Misalnya,  Allah membuat contoh haiwan unta sebagai bahan fikir manusia sebab wahyu turun di bumi Arab.  Biar orang Arab faham Islam dahulu dengan perumpamaan itu.  Justeru fahamlah mengapa contoh haiwan beruang khutub atau ikan salmon tidak dijadikan contoh dalam al-Qur’an.

Oleh itu, memahami sebagian ayat-ayat al-Quran sebenarnya dapat memberi gambaran budaya dan tamadun bangsa Arab jahiliah itu sendiri.

Maksud surah Ali Imran: 14 “Dihiaskan kepada manusia kesukaan kepada benda-benda yang diingini hawa nafsu iatu perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang banyak, emas  dan perak, kuda-kuda peliharaan, kuda peliharaan yang bertanda lagi terlatih, haiwan-haiwan ternak serta kebun-kebun.  Semuanya itu kesenangan hidup di dunia dan ingatlah pada sisi Allah, ada tempat kembali yang sebaik-baiknya iaitu syurga.”

Tersirat maksud ayat di atas ialah kekayaan, kemewahan dan pencapaian tamadun bangsa Arab yang sangat menyenangkan orang zaman itu.  Bagi Allah, semua kesenangan itu tidak abadi, dan syurga Allah adalah jauh lebih baik.

Maksud surah al-Kahfi: 32-33 “Dan berikanlah mereka itu satu perumpamaan: Dua orang lelaki, Kami adakan salah seorangnya dua bidang kebun anggur dan Kami kelilingi kebun-kebun itu dengan pokok-pokok tamar serta Kami jadikan antara kedua-duanya  jenis-jenis tanaman yang lain.  Kedua-dua kebun itu mengeluarkan hasilnya dan tidak mengurangi sedikit pun daripada hasil itu dan Kami juga mengalirkan di antara kedua-dua (kebun) itu sebatang sungai.”

Tentulah tidak berguna perumpamaan seperti ayat di atas kepada bangsa Arab yang tidak mereka ketahui.  Oleh itu sangat jelas rakaman al-Quran mengenai kemajuan sektor pertanian bangsa Arab Jahiliah zaman itu.

Timbul persoalan apabila kita sering diberitahu bahawa wahyu ditulis di atas tulang haiwan, batu atau kulit haiwan.  Tidak adakah kertas pada zaman nabi sedangkan bangsa Mesir purba zaman Fir’aun (Arab juga) sudah membuat kertas daripada pokok papyrus!  Jawabnya ada kertas berdasarkan firman Allah juga.

Maksud surah al-An’am:7 “Dan kalau kami turunkan kepadamu (wahai  Muhammad) sebuah kitab yang tertulis pada kertas, lalu mereka memegangnya dengan tangan mereka.”

Hal ini menggambarkan kertas merupakan bahan untuk ditulis yang biasa difahami oleh bangsa Arab.  Orang-orang Arab itu mempersoalkan mengapa wahyu hanya diucapkan oleh Nabi Muhammad, bukan dalam bentuk catatan di atas kertas. 

Satu lagi bukti kemajuan bangsa Arab itu mengenai tekstil dicatat dalam maksud surah al-A’raf:40 “Dan mereka tidak sekali-kali akan masuk ke syurga sehingga unta dapat masuk ke (melalui) lubang jarum.”

Jarum hanya untuk menjahit pakaian.  Dan jarum sudah dikenal biasa oleh masyarakat Arab zaman itu.  Ini gambaran tekstil merupakan sebagian keperluan biasa kepada manusia yang bertamadun. 

Semua kekayaan material boleh saja hasil industri tempatan atau diimport dari negara-negara luar, khasnya wilayah jiran seperti Rom dan Parsi.   Oleh itu, tidak tepatlah jika muslim diberi gambaran mundurnya tamadun material dan lemahnya mental masyarakat Arab zaman sebelum Islam, hasil membesar-besarkan akhlak jahiliah seperti perhambaan, perompakan, penindasan, rasuah dan penyembahan berhala.

Ahad, Jun 19, 2011

BERDOALAH dengan penuh rayuan dan cemas


SEKARANG bulan Jun belum ada pihak sekolah menganjurkan solat hajat supaya pelajar-pelajar lulus cemerlang dalam peperiksaan.  Selalunya dalam tempoh dua minggu sebelum musim peperiksaan sebenar, itulah waktunya yang mereka anggap sangat sesuai berdoa melalui solat sunat hajat.  Tulisan ini bukan hendak menyetujui solat hajat atau menolaknya.

Semua orang punya keinginan atau cita-cita.  Sebagai muslim semua percaya bahawa hanya Allah sahaja yang berhak menunaikan atau tidak memberikan apa yang diharapkan.  Maka itulah orang berdoa.  Kebanyakan orang lebih percaya doa dalam bahasa Arab yang tidak diketahui maknanya adalah lebih mustajab.  Oleh kerana doa adalah ibadah khusus antara hamba terhadap Tuhannya, maka tentulah lebih afdal jika doa itu diucapkan dalam bahasa yang asal iaitu Bahasa Arab.  Namun hubungan istimewa antara Allah dan hamba-Nya, lafaz doa masih dibenarkan dalam bahasa yang sangat difahami oleh pelafaz.

Untuk apa berdoa? Jawabnya supaya permintaan terhadap Allah dikabulkan.  Bagaimana berdoa  supaya dikabulkan? Jawabnya, orang yang berdoa mengetahui apa yang diminta dan meminta kepada Tuhan Yang Maha dalam segala-galanya dengan penuh harap dan cemas.  Berdoa penuh harap dan rasa cemas jika permintaannya tidak ditunaikan oleh Allah tidak banyak dilakukan oleh antara kita yang berharap hajatnya dimakbulkan.  Doa-doa yang banyak dilakukan dilafazkan dalam suasana meriah, terbuka, dan diaminkan oleh orang lain yang dalam keadaan santai dan bersahaja.

Maksud firman Allah dalam surah al-Anbiya: 90 “Kami telah memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.  Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas.  Dan mereka adalah orang-orang yang khusuk kepada Kami.”

Firman Allah itu berkaitan dengan permintaan Nabi Zakaria yang isterinya mandul.  Begitu baginda berdoa dengan penuh harap dan cemas, Allah mengkabulkan permintaannya.  Permintaan Nabi Zakaria diperkenankan oleh Allah sedangkan mengikut hukum akal, isteri Nabi Zakaria itu tidak mungkin boleh melahirkan anak.  Nabi Zakaria merupakan orang yang cepat (bersegera) dalam melakukan kerja-kerja yang baik dan sentiasa khusuk (reda/ikhlas) kepada Allah.

Oleh itu jika pihak murid-murid atau pelajar mahu Allah menunaikan harapannya agar mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang, dia boleh melalui pengalaman seorang nabi. 

Pertama, dia hendaklah sentiasa bersegera melakukan kerja-kerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.  Misalnya jika ada sampah yang perlu dibuang, dia tidak perlu bertanya kepada orang lain ‘tugas siapa membuang sampah hari ini?’  Baginya itulah kesempatan melakukan kerja kebajikan.

Kedua, semua kerja kebajikan itu dia lakukan dengan ikhlas dan reda.  Ikhlas bermakna dia melakukan kerja bukan mengharap penghargaan (walau sedikit) daripada pihak lain, dan apa keadaan kerja yang dilakukan itu dia pasti reda.  Reda terhadap kerja itu bermakna dirinya tidak menyesali perbuatan itu, sebaliknya gembira kerana berjaya bekerja semata-mata kerana Allah.

Ketiga, apabila dia berdoa kepada Allah agar dia dapat belajar dengan baik dan mendapat keputusan cemerlang (misalnya 4 Prinsipal A dalam STPM), dia berdoa dengan perlahan, penuh rayuan kepada Allah.  Doa yang penuh mengharap dan dia sendiri akan rasa cemas jika harapannya tidak tercapai. 

Maksud surah al-Araf ayat 55 dan 56.: "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.  Sungguh Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.  

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.  Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap.  Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan."

Kesimpulannya, doa adalah hubungan istimewa seseorang terhadap Allah. Maka gunakanlah keistimewaan ini yang mudah tanpa modal upah kepada sesiapa atau membelanja makan seseorang.  Jangan meletak harapan tinggi melalui doa yang dilakukan bersempena solat hajat yang nampak mewah dan megah, kerana sebaik-baik permintaan hamba kepada Tuhan sebagaimana yang dicatat dalam al-quran. Doa dilakukan secara sendirian dalam suasana hening.  Sila rujuk ayat-ayat di atas.