Pengikut

Sabtu, Julai 22, 2017

PARTAI Umno, Aus, Pas, Khazraj, Pan, Umayyah.

Foto untuk hiasan

KEADAAN yang berlaku dalam negara kita ialah dalam kalangan pemimpin umat Islam telah menubuhkan partai-partai politik baru.  Kemudian, partai-partai politik yang baru dan lama saling bertelingkah salah-menyalah, dan mendabik dada partainya yang paling benar. Umat nyata berpecah degan memihak kepada satu partai politik yang disukai dan membenci parti politik yang menjadi ancaman kelangsungan partainya. Maka berlaku hina-menghina pemimpin dan ahli partai oleh pihak-pihak di luar partai. Sejarah yang berlalu pula merakam pertelingkahan kerna politik itu membawa kejadian brutal, memukul, memfitnah atau mengadu domba untuk memenangkan pemimpin atau partainya.

Apakah perselisihan seperti itu tidak berlaku pada zaman Nabi shallallhu alaihi wasallam di Madinah dulu? Bahawa Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata suatu ketika orang-orang Aus dan Khazraj berkumpul dalam satu majlis.  Mereka saling berbicara perihal permusuhan antara dua kabilah itu pada zaman jahiliyah.  Hal itu telah menyebabkan kemarahan di antara ahli dua kabilah, bahkan ada antara ahli dua kabilah itu menghunus pedang, bersedia untuk saling membunuh! Untuk mendamaikan pertikaian itu, Allah subhanallahu wata’ala menurunkan ayat 103 surah Ali Imran yang bermaksud, “Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah dan jangan kamu bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan lalu Allah mempersatukan hati kamu sehingga dengan kurnia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan ( ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka (sebab bermusuhan), lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana.  Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (hadis riwayat Faryabi dan Ibnu Abi Hatim)

Artinya Allah haramkan umat berpecah-belah, apa lagi bertelingkah dan bermusuhan pula. Telah jelas ayat 103 itu pun masih ada ahli ilmu yang membenarkan pembentukan partai-partai demi menjatuhkan pemerintah yang ada. Artinya ahli ilmu itu mewajarkan umat berpecah dan berselisih atas kehendak sistem demokrasi barat. Barangkali fatwa ulama seperti itu disebabkan mereka sudah terlibat jauh dalam politik berpartai melawan pemerintah.
Al-Quran juga menyuruh orang-orang beriman mentaati pemerintah. Lihat ayat 59 surah an-Nisaa. Artinya Allah menyuruh umat bersatu bersama pemerintah. Jika berjuang kerna Allah seikhlas hati, tidak akan ada rasa kecil hati dan keciwa jika tidak diberi jawatan. Malah terus bersama pemerintah demi kesatuan umat yang diwanti-wantikan oleh Allah.
Orang-orang beriman itu senantiasa ‘dengar dan taat’ apa saja daripada Allah dan rasul-Nya.

Rabu, Julai 19, 2017

MELIPAT kaki seluar sebelum shalat


PERHATIKAN bahwa banyak lelaki yang berseluar akan menggulung atau melipat hujung kaki seluarnya sehingga di atas buku lali. Ada yang melipatnya dengan cermat dan ada yang melakukannya tanpa memerhatikan seluarnya.  Malah ada yang cuai sehingga lipatan seluar tidak sama panjang antara kiri dan kanan.

Bolehkah melipat seluar atau baju yg dibawa dlm shalat? Selalunya lelaki melipat seluarnya sehingga di atas buku lali sebab ada hadis nabi melarang pakaian melebihi buku lali.

Ini catatan Ustaz Idris Sulaiman dari KL. - Sebagian ulama tidak membolehkan menggulung (melipat) pakaian pada saat shalat berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعْرَ
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintah (oleh Allah) untuk bersujud pada tujuh tulang, yaitu pada dahi –dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk dengan tangannya pada hidung beliau-, dua (telapak) tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki. Dan kami tidak (boleh) menahan pakaian dan rambut”. [HR Bukhari, no. 812; Muslim, no. 490; dan lain-lain].

Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan: “Menahan pakaian, yaitu: menghimpunnya dan mengumpulkannya dari menyebar”. [an Nihayah fii Gharibul Hadits].

- maksud menahan pakaian ialah melipat atau menggulungnya supaya tidak menyebar / melepas ke bawah. Pasal seluarnya panjang sampai tumit tu.

Selasa, Julai 18, 2017

SUNAH tidak berkasut di kuburan

BAGAIMANA ketika kita di kuburan? Selain berdoa ada sunah lain iaitu tidak beralas kaki atau berkasut di permukaan tanah kubur.  Amalkan sunah ini sebagai satu tanda mencintai Nabi Shallallahu alaihi wasallam.

Basyir bin Handzalah ra, meriwayatkan bahawa Nabi saw. menanggalkan sandalnya bila berada di k
awasan perkuburan. (HR an-Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud dan Ibn Majah)

Ketika aku menemani Rasulullah saw. melalui perkuburan kaum Muslimin, baginda terlihat seorang lelaki berjalan di antara kubur dengan memakai terompah, maka baginda pun bersabda, "Wahai orang yang memakai terompah, lepaskanlah kedua terompahmu itu. Maka orang tersebut memandang dan ketika bahawa yang dipandang itu adalah Rasulullah, dia pun segera melepaskan kedua terompahnya lalu melemparkan keduanya. (HRiwayat al-Baihaqi)

Ibn Hajar berpendapat makruh hukumnya memakai sandal/kasut di kawasan perkuburan.

Imam at-Thahawi mengatakan jika kawasan perkuburan itu bersih dan selamat barulah ditanggalkan kasut atau sandal dengan tujuan menghormati ahli kubur, tetapi jika kawasan kuburan itu kotor atau berduri maka tidak perlu membuka alas kaki.

Ahad, Julai 02, 2017

ALLAH wujud tak bertempat - Syiah

SYIAH BERAQIDAH DENGAN ‘ALLAH WUJUD TANPA TEMPAT’
Oleh Abu Amru Mohd Radzi Othman

Selain dari Mu’tazilah, rupanya aqidah batil ini juga dianut oleh Syiah. Hal ini dinyatakan oleh ahlil hadis Syiah iaitu Al Kulaini dalam kitab agung mazhab Syiah iaitu Al Kafi. Kitab ini pada mata Syiah adalah setaraf dengan Shahih Al Bukhari!!

Menariknya, telah muncul beberapa tokoh Syiah yang menjisimkan Allah seperti Hisham ibn Salim al-Jawaliqi dan Hisham ibn al-Hakam. Mereka telah benar-benar menetapkan bahawa Allah Ta’ala seperti manusia – berjasad dan boleh disentuh.

Maka tampillah para ulama besar Syiah membantah golongan Mujassimah ini dan menetapkan bahawa Allah wujud tanpa tempat.

Muhammad bin Abu 'Abdallah telah diriwayatkan dari orang-orang yang disebutkan dari Ali bin al-' Abbass dari Ahmad bin Muhammad bin Nasr abu dari Muhammad ibn Hakim. Dia telah mengatakan bahawa saya menjelaskan kepada abu Ibrahim (Musa al-Kazim (as), kata-kata Hisyam bin Salim al-Jawaliqi dan kata-kata Hisyam bin al-Hakam yang mengatakan Allah adalah berjasad. Imam (as) berkata, "Allah, Yang Maha Tinggi, tidak mirip dengan salah satu hal. Apa yang bisa lebih menghujat dan syubhat daripada untuk menggambarkan Pencipta segala sesuatu dengan cara tubuh, bentuk, jenis ciptaan, keterbatasan , anggota badan dan organ. Allah, yang Maha Tinggi, yang besar, jauh di atas hal-hal ini" (Al Kafi)

Ahmad bin Idris telah meriwayatkan dari Muhammad ibn 'Abd al-Jabbar dari Safwan bin Yahya dari Ali bin abu Hamzah, yang mengatakan perkataan Hisyam Ibnu Hakam yang menetapkan Allah berjasad lalu Imam berkata: “Maha Suci Tuhan! Tidak ada sesiapa yang tahu bagaimana Dia kecuali Dia sendiri. Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Dia tidak dapat dibatasi, juga tidak boleh dirasakan (dengan tangan manusia) atau disentuh atau dipindahkan. Mata tidak mampu melihat-Nya atau salah satu indera dapat memahami-Nya. Dia tidak terkandung dalam apapun, juga tidak berbadan atau berbentuk atau berbatas” "(al Kafi)

Ali bin Muhammad, dengan cara marfu’, telah meriwayatkan dari Muhammad ibn al-Faraj al Rukhkhaji yang mengatakan berikut ini: "Saya menulis surat kepada Imam abu al-Hassan (as), tentang perkataan Hisyam bin al-Hakam, tentang tubuh Allah dan kata-kata Hisyam bin Salim tentang bentuk Allah. Dia menulis dalam menjawab: ‘'Hapus dari dirimu kekeliruan yang berasal dari “golongan yang keliru” dan (kamu hendaklah) mencari perlindungan dari Allah melawan Syaitan. Apa yang kedua-dua Hisham katakana adalah tidak benar”. (al Kafi)


Muhammad bin abu 'Abdallah telah meriwayatkan dari Muhammad bin Isma'il dari Ali bin al-' Abbass dari al-Hassan ibn 'Abd al-Rahman al-Hammami yang mengatakan: “Saya berkata kepada abu al-Hassan Musa bin Ja'far (as): ‘Hisyam bin al-Hakam menetapkan bahwa Allah berbentuk tubuh namun tidak ada seseorang seperti Dia. Dia adalah Maha Tahu, Maha mendengar lagi Maha melihat , Maka Berkuasa, Dia berbicara dan beralasan. Firman-Nya, Kuasa-Nya, Pengetahuan-Nya semua wujud dalam satu. Tidak ada dari semua ini diciptakan (maknanya adalah qodim). Imam berkata: “Semoga Allah menjadi musuhnya. Apakah dia tidak tahu bahawa tubuh itu terbatas , dan ucapan itu apakah lain dari sang pembicara? Aku berlindung dari Allah dan aku menyangkal kata-kata tersebut. Allah tidak memiliki tubuh, bentuk atau jenis keterbatasan. Allah telah menciptakan segala sesuatu. Dia menciptakan apapun dan bila-bila sahaja apabila Dia berkehendak, tanpa perlu sebuah kata untuk diungkapkan atau tanpa perencanaan dalam fikiran atau ucapan lidah”. (al Kafi)

Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Imran ke Daqqaq mengatakan: Abu Muhammad ibn Abd al Kufi allah mengatakan: Muhammad bin Ismail al Barmaki mengatakan: pada autoriti bagi al-Hasan bin al Husyan, dan al Husain bin Ali pada Shalih bin Abu Hammad, pada Abd Allah ibn Al Mughayrah, pada Muhammad bin Ziyad berkata: Aku mendengar bin Yunus mengatakan Zabyanmengatakan: 'Saya masuk menemui Abu Abdullah al Sadiq (as) dan mengatakan kepadanya: 'Hisham ibn al-Hakam membuat pernyataan yang panjang. Aku hanya akan meringkas. Dia menganggap Allah menjadi berjasad karena dua jenis: tubuh dan tindakan tubuh. Maka, jika tidak mungkin bagi Sang Pencipta untuk menjadi suatu tindakan, itu hanya mungkin bahwa Dia adalah Pelaku'. Kemudian Abu Abdullah (as) menjawab: 'Celakalah dia! Apakah dia tidak tahu bahawa tubuh dan gambaran sangat terbatas. Maka, jika batas dimungkinkan maka Kenaikan dan Penurunan yang mungkin, maka Dia adalah diciptakan (berlawanan dengan qodim)". (Shaykh Saduq, kitab berjodol al Tawid pada bab Innahu Laysa bi-Jism wa-la-Surah)

Muhammad bin Musa bin Al Mutawakkil mengatakan: "kata Ali bin Ibrahim bin Hishim bagi pihak ayahnya, pada pihak al Saqr bin [Abu] Dulaf bahawa dia bertanya kepada Abu Al Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa Al Rida (ra) tentang kewujudan yang satu: Sesungguhnya, Aku mengatakan apa Hisyam bin Al Hakam mengatakan. Maka dia (as) menjadi marah dan berkata: 'Apa yang terjadi dengan Anda dan Hisyam? Memang, dia bukan dari golongan kami yang berpikir bahwa Allah Maha Kuasa dan Maha Tinggi memiliki tubuh. Kita bebas dari seperti orang ini di dunia dan di akhirat. Wahai anak [Abu] Dulaf! Sesungguhnya, tubuh diciptakan dan Allah adalah Sang Pencipta". (Shaykh Saduq, kitab berjodol al Tawid pada bab Innahu Laysa bi-Jism wa-la-Surah)

AQIDAH SYIAH RAFIDHAH

1)      Allah wujud tanpa tempat
2)      Tidak boleh menetapkan bahawa Allah memiliki jari, tangan, kaki, wajah
3)      Allah berbicara tanpa suara