Halaman

Isnin, Ogos 25, 2014

ISLAM mahukan ketertiban, demokrasi mahukan hingar-bingar

BENAR bahawa Islam itu sempurna. Dan kerna sifat sempurna itu, Islam tidak dapat dipisahkan dengan politik.  Politik adalah amanah pengurusan. Pengurusan apa juga dari sebuah keluarga, daerah, jabatan hinggalah sebuah negara.  Bahawa Nabi s.a.w. juga sangat jelas mengatakan bahawa setiap orang akan ditanya perihal amanahnya.

Allah pula telah mewajibkan seluruh kaum yang beriman kepada-Nya agar mentaati orang atau pihak yang diberi amanah menguruskan apa juga tugasan.  Anak mentaati ayah sebagai ketua keluarga. Pekerja mentaati majikan sebagai pengurus besarnya. Masyarakat desa mentaati Ketua Kampung. Rakyat mentaati penguasa paling besar dalam sebuah negeri. 

foto hiasan
Konsep ketaatan ini merupakan arahan Allah yang sangat jelas dalam al-Quran ayat 59 surah An-Nisa (maksudnya), “Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan rasul(-Nya), dan ulil amri (pemerintah) dalam kalangan kamu.  Kemudian jikalau kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan rasul-Nya (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.  Yang demikian itu lebih utama (kepadamu) dan lebih baik akibatnya.”

Pantas saja orang melabrak apabila dibacakan ayat ini. “Pemerintah berbuat salah, apakah juga ditaati?”  Suara itu muncul kerna masyarakat sudah diasuh sekian lama oleh kaum Barat supaya bangun melawan pemerintah yang dikatakan berbuat salah atas nama demokrasi dan hak-hak asasi manusia.

Allah tidak pernah memerintahkan manusia melakukan kejahatan atau mentaati seruan kejahatan. Bahawa sebab turunnya ayat al-Quran di atas juga jelas. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.  Daripada Ali bin Abi Talib, dia  mengatakan bahawa “Rasulullah  mengutus sepasukan askar yang diketuai oleh seorang daripada pihak Ansar.  Ketika sudah keluar, pemimpin pasukan itu marah disebabkan suatu hal dan dia berkata, ‘Bukankah Rasulullah s.a.w. telah memerintahkan kalian mentaatiku?’

Ahli pasukan menjawab, ‘betul’.

Si ketua berkata lagi, “kumpulkanlah kayu pembakar untukku.”  Kemudian dia meminta api lalu membakar kayu itu seraya berkata, “Aku memaksa agar kalian masuk ke dalamnya.”

Nyaris-nyaris ahli pasukan itu masuk ke dalam api (kerana ketaatannya).

Maka seorang pemuda di   antara mereka berkata, “Sesungguhnya (jika kalian lari, maka) kalian lari menuju Rasulullah s.a.w. untuk menghindari api ini. Jangan kalian terburu-buru, sehingga kalian bertemu Rasulullah s.a.w.  Jika Rasulullah s.a.w. memerintahkan kalian masuk ke dalam api itu maka masuklah.”

Maka mereka pun kembali kepada Rasulullah s.a.w. dan mengkhabarkan peristiwa itu.
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, pasti kalian tidak akan keluar lagi darinya selama-lamanya.  Ketaatan itu hanyalah (berlaku) pada yang makruf (kebaikan) sahaja.”

Kan jelas ketaatan hanya dalam hal yang halal. Kalau pemerintah memaksa kita melakukan yang haram, maka tidak ada ketaatan kepadanya.  Kemudian, apakah dengan tidak taat kepada yang haram maka Allah dan rasul-Nya membenarkan orang-orang yang diperintah melawan penguasa itu.  Mudahnya, apakah jika Ketua Kampung mengarahkan majlis rasminya disertai musik dan tari-menari antara lelaki dan perempuan, maka Ketua Kampung boleh dihalau dari jawatannya?

Diriwayatkan daripada ‘Ubadah bin As-Syamit r.a., dia berkata, “Kami membai’ah Rasulullah supaya mendengar dan taat, pada waktu senang atau susah, waktu sulit atau mudah, dan pada waktu harus mengorbankan kepentingan peribadi (kerna memenuhi ketaatan itu).  (Kami berbai’ah kepada Rasulullah) agar kami tidak mencabut kepemimpinan (menyingkirkan pemimpin) daripada yang berhak memegangnya.”  Baginda Nabi bersabda, “(Taatlah) Kecuali apabila kalian melihat kekafiran yang jelas (pada pemimpin itu), sedang kalian pun memiliki dalil (bukti) daripada Allah.”  (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Justeru, akhlak muslim ialah mematuhi pemerintahnya, daripada pemerintah kecil hingga pemerintah besar sebuah negara.  Akan ada saja khilaf pemimpin, maka khilaf pemimpin tidak boleh ditaati.  Ada juga perintah pemimpin yang benar atau makruf tetapi masyarakat bawah tidak menyukainya.  Misalnya arahan ‘perintah berkurung’ demi keselamatan. Dengan perintah berkurung itu, sebagian orang tidak bisa bekerja dan berkurang pendapatan kewangannya.  Jadi dia marah, atau tidak suka.  Yang begitu, Rasulullah masih meminta muslim yang beriman bersabar dan mematuhinya.

Maksud sabda Nabi s.a.w. “Mendengar dan taat ada kewajiban seorang muslim, dalam keadaan suka atau terpaksa salama tidak diperintahkan berbuat maksiat.  Jika diperintahkan berbuat maksiat, tidak waji didengar dan dipatuhi.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).


Hikmahnya, Islam sangat menjaga ketertiban dan suasana damai sekalipun memang ada saja yang tidak berpuas hati terhadap orang-orang yang menguasainya.  Hari ini masyarakat Islam berkecamuk, saling mencerca, berpartai-partai yang saling berlawanan dan melakukan demontrasi sebagai tanda amarah…, semua itu disebabkan sangat mematuhi kehendak ajaran demokrasi Barat dan meminggirkan ajaran Allah dan rasul-Nya dalam bab perhubungan antara yang dipimpin dengan pemimpin.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan