Halaman

Khamis, Februari 12, 2009

AKTOR Indonesia kembali kepada Islam

http://www.republika.co.id/berita/25767/Sahrul_Gunawan_Sadar_di_Usia_Dewasa

Dunia ini adalah fana. Manusia hidup tidaklah abadi, hanya sementara. Suatu saat ia akan mati dan kembali kepada Sang Pencipta. Apapun yang diperoleh dan diraih di dunia ini tidak akan dibawa mati. Hanya amalan-amalan saja yang akan dipertanggungjawabkan nanti. Kesadaran demikian, menurut aktor sinetron Sahrul Gunawan, yang semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.



Ia mengatakan, kedekatannya dengan Allah menjadi suatu kebutuhan hidup karena pada dasarnya semua manusia itu membutuhkan kedamaian, dan sumber kedamaian itu ada pada Sang Pencipta. ''Buat apa kita hidup kalau hanya mengejar urusan duniawi, toh nantinya kita akan kembali kepadaNya,'' tutur artis yang melejit lewat sinetron Jin dan Jun ini.



Selama ini, lanjut Arul, sapaan akrab Sahrul Gunawan, dirinya merasa sudah banyak dikaruniai dan dianugerahi kelebihan hidup seperti talenta yang belum tentu orang lain punya. Hal inilah yang kemudian memunculkan kesadaran pada dirinya bahwa semua itu tidak didapatkan dengan sendirinya.

Arul menceritakan, kesadaran beragama muncul di saat dirinya menginjak usia dewasa yaitu sekitar 25 tahun. ''Itu mungkin semacam akhir dari kegelisahan-kegelisahan dalam hidup saya,'' kata laki-laki kelahiran Bogor 23 Mei 1976. Sebelum itu, apapun yang ia kejar dan ia inginkan mudah didapat dan ia selalu merasa tidak puas. 





Dengan keinginan yang mudah didapat, seperti kesuksesan, kekayaan, ketenaran, Arul mengaku sempat melupakan Allah.Ia lupa kalau semua itu sudah ada yang mengatur. ''Saya sempat merasa gamang, bener apa tidak yang terjadi ini,'' renung suami Indriani Hadi ini Arul ketika itu. Untuk mencari jawaban, ia kemudian curhat kepada Allah. Pada 2000 Arul pergi ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji. Di sana, tuturnya, ia merasa plong karena unek-uneknya bisa dicurahkan dan semuanya bisa terjawab. Ketika menjalankan rangkaian ibadah haji, jelasnya, ia merasa sempat 'ditegur'. Teguran itu berupa lemparan kerikil yang mengenai jidatnya. 





Ceritanya, saat itu ia sempat takabur dengan makna melempar jumrah.Ia mempertanyakan mengapa harus melempar jumrah segala. ''Setelah melempar jumrah dan membalik, tiba-tiba sebuah lemparan batu entah dari mana datangnya dan siapa yang melempar, mengenai jidat saya. Astaghfirullah...,'' ucapnya. Arul kemudian tersadar dan seperti diingatkan bahwa manusia ternyata kecil sekali di hadapan Allah. ''Jadi seperti boneka atau wayang yang sudah ada dalangnya. Kita bisa dimainkan dengan enak dan kita harus menurut.



Itu pelajaran yang bisa saya petik,'' ungkap pemeran Ustad Jaka dalam sinetron Jalan Lain ke Sana garapan sutradara Chaerul Umam.Sepulang dari Tanah Suci, Arul mengaku merasa lebih tenang dalam menjalani kehidupan. ''Seperti tinggal jalan saja, lebih ringan dan apa yang saya inginkan semakin mudah didapat dan dikasih sama Allah,'' ungkap bintang sinetron yang berwajah baby face ini.





Kesadaran religius itu ia buktikan ketika ditawari memerankan Ustad Jaka dalam sinetron yang ditayangkan Ramadhan lalu. Menurutnya, ia langsung jatuh cinta ketika ditawari memerankan peran utama dalam sinetron itu. Padahal, lanjutnya, memerankan seorang ustad muda yang tetap konsisten dengan ajaran agamanya di tengah kehidupan modern ini tidaklah mudah.''Dalam hati saya sempat bertanya-tanya, kok masih ada orang yang seperti Ustad Jaka itu.'' 





Setelah membaca naskah sinetron ini, Arul merasa lebih jatuh cinta lagi karena dari situ ternyata banyak hikmah yang bisa diambil. ''Saya juga berpikir pasti nanti banyak yang bisa diambil manfaatnya bagi penonton,'' ujar presenter kelahiran kota hujan ini. Mendapat peran sebagai ustad muda, kata Arul, melalui casting yang cukup ketat.Tapi, dengan perjuangan keras dan selalu berdoa, ia akhirnya dapat peran itu dan dipercaya sang sutradara. Saat itu, ungkap Arul, sampai terbawa mimpi. ''Mimpinya ternyata peran itu dikasihkan pada orang lain dan sambil nonton sinetron itu saya menangis karena sangat mengharap peran itu,'' ujarnya.





Arul menceritakan pengalaman barunya bermain di senetron bernapaskan Islami.Menurutnya, bekerja di lingkungan agamis sangat menyenangkan. ''Saya seperti diingatkan, karena baru pertama ini mendapatkan lingkungan yang buat saya bisa mempengaruhi untuk belajar agama lebih banyak,'' tegas sarjana ekonomi Universitas Pakuan, Bogor itu. Pelajaran apa yang bisa dipetik Arul? Saat shooting di sinetron lain, kalau mau lakukan hal-hal pokok seperti shalat lima waktu, katanya, kadang ngumpet karena ada perasaan takut di bilang sok alim. ''Di sinetron ini (Jalan Lain ke Sana), kalau kelewat (terlambat melaksanakan shalat -- Red) malah merasa malu.Kontradiktif sekali,'' katanya.





Bagaimana cara memerankan seorang ustad dengan pas? Menurut Arul, yang dilakukannya semata-mata karena profesionalismenya sebagai seorang aktor sinetron. ''Saya tidak mempunyai guru atau pembimbing. Saya juga tidak survei dulu. Satu-satunya referensi, ya skenarionya dibantu diskusi dengan sutradara.'' Sinetron Jalan Lain ke Sana menceritakan tentang kegelisahan seorang ustad yang sedang jatuh cinta. Sebagai ustad, ada norma agama yang tidak boleh dilanggar. ''Solusi secara Islami itu yang rasanya sulit.Saya juga tidak tahu bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari agar sesuai dengan ajaran Islam,'' ujarnya. Menurutnya, saat suting sinetron itu ia sempat berpikir bahwa kehidupan sehari-harinya ternyata sangat jauh dari kehidupan Ustad Jaka seperti yang ada di senetron itu. ''Sahrul ternyata adalah manusia yang lemah karena sifat duniawinya masih kental dibanding tokoh Jaka,'' akunya sembari menambahkan peran Ustad Jaka semakin meningkatkan kesadaran beragamanya.





Menurut Sahrul, kehidupan religius sebenarnya bukanlah hal yang asing baginya. Ia mengaku dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Ia masih ingat ketika anak-anak diwajibkan untuk mengaji di madrasah dekat rumahnya setiap sehabis Ashar. Namun, lantaran masih anak-anak ia seringkali malas-malasan. ''Karena itu kalau saya telat atau tidak shalat sama ayah disabet dengan sapu lidi, ya nangis juga kalau kena. Kan sakit dan pedih,'' kenang anak kedua dari lima bersaudara ini.Tapi, seingatnya, ia tidak pernah membenci ayahnya.





Bahkan kini, tuturnya, ia merasa berterima kasih kepada ayahnya karena telah memberikan ajaran agama dengan ketat. ''Justru jadi ingat sampai sekarang, meski shalat saya masih sering meleset.'' Didikan orang tua seperti itu, menurutnya, masih berbekas dalam dirinya hingga kini. Bahkan didikan itulah yang justru menjadi bekal baginya dalam mengarungi hidup. ''Apalagi di Jakarta, orang gampang sekali terkena pengaruh buruk. 





Tapi orangtua selalu mengingatkan saya kalau ada yang salah jangan dilakukan dan harus dihindari,'' tutur anak pasangan M Sumantri-Hasanah ini.Makanya, lanjut Arul, sampai sekarang ia butuh pulang ke Bogor, ke orang tua dan kampung halaman. Karena di sana lebih tenang dalam menjalani hidup. ''Meski sudah dewasa dan bisa hidup mandiri tapi masih butuh dekat orang tua'' kata artis yang juga terjun dalam dunia tarik suara ini. Arul mengatakan, menjadi public figure adalah suatu karunia dan ia mengsyukuri karunia itu. Bentuk syukur itu adalah bagaimana ia bisa lebih berbakti kepada-Nya dan berbuat baik kepada orang lain.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan