Halaman

Khamis, Mac 26, 2009

IJTIHAD dan taklid

Apa yang dimaksud Ijtihad? Syarat-syarat sebagai mujtahid. Lalu apa yang tidak memenuhi syarat sebagai mujtahid harus taklid? Berikut ulasan singkat tentang ijtihad dan taklid yang dikutip dari Syarh Ushul Sittah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Ijtihad Ijtihad secara bahasa berarti mengerahkan kesungguhan untuk memecahkan sesuatu perkara. Secara istilah artinya mengerahkan kesungguhan untuk menemukan hukum syar'i. Orang yang melakukan iitihad dipersyaratkan beberapa hal, di antaranya:
1. Mengetahui dalil-dalil syar'i yang dibutuhkan dalam berijtihad seperti ayat-ayat hukum dan hadits-haditsnya.
2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keshahihan hadits dan kedhaifannya, seperti mengetahui sanad dan para periwayat hadits dan lain-lain.
3. Mengetahui nasikh-mansukh dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma' (kesepakatan ulama), sehingga dia tidak berhukum dengan apa yang telah mansukh (dihapus nya) atau menyelisihi ijma'.
4. Mengetahui dalil-dalil yang sifatnya takhsis, taqyid atau yang semisalnya, lalu bisa menyelaraskannya dengan ketentuan asal yang menjadi pokok permasalahan.
5. Mengetahui ilmu bahasa, ushul fikih, dalil-dalil yang mempunyai hubungan umum-khusus, mutlak-muqayyad, mujmal-mubayyan, dan yang semisalnya sehingga akurat dalam menetapkan hukum.
6. Mempunyai kemampuan beristimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum dari dalil-dalilnya.
Ijtihad terus berlaku sampai kapan pun dan keberadaannya termasuk dalam bagian ilmu atau pembahasan masalah ilmiah. Perlu dicatat bahwa seorang mujtahid harus berusaha mengerahkan kesungguhannya dalam mencari kebenaran untuk kemudian berhukum dengannya.
Seseorang yang berijtihad kalau benar mendapatkan dua pahala; pahala karena dia telah berijtihad dan pahala atas kebenaran ijtihadnya, karena ketika dia benar ijtihadnya berarti telah memperlihatkan kebenaran itu dan memungkinkan orang mengamalkannya, dan kalau dia salah, maka dia mendapat satu pahala dan kesalahan ijtihadnya itu diampuni, karena sabda Nabi: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan cara berijitihad dan temyata benar, maka dia mendapat dua pahala dan apabila dia ternyata salah, maka dia mendapat satu pahala. (HR. Bukhari dan Muslim) Taklid Apabila ada satu perkara tidak jelas hukumnya bagi seseorang, wajib baginya tawaquf (mendiamkannya) dan dia boleh taklid karena mau tidak mau dia harus begitu. Allahazza wa jalla berfirman, Bertanyalah kalian kepada orang yang memiliki i1mu, jika kalian tidak mengetahui. (An Nahl: 43)
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Sikap taklid kedudukannya sama seperti makan bangkai. Oleh karena itu, apabila seseorang mampu menetapkan hukum dari dalil-dalil yang ada, tidak halal baginya bertaklid. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Nuniyah: Ilmu itu mengetahui petunjuk dengan dalil Tidaklah sama antara ilmu dan taklid Taklid boleh dilakukan pada dua tempat
1. Orang awam yang tidak mampu menetapkan hukum sendiri dibolehkan untuk taklid. Dasarnya firman Allah: Bertanyalah kalian kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan, jika kalian tidak mengetahui. (QS. An Nahl: 43) Diutamakan bertaklid kepada orang yang berilmu dan wara' (bisa menjaga diri dari perkara-perkara yang akan menjurus kepada hal-hal yang diharamkan. Ed.). Apabila didapati ada dua orang yang sama dalam keilmuannya, maka yang dipilih yang paling baik akhlaknya.
2. Seorang mujtahid yang menemukan perkara baru yang harus segera diputuskan, yang tidak mungkin dia menelitinya, maka pada saat itu dia boleh taklid. Jenis-Jenis Taklid Taklid itu ada dua macam, yaitu taklid umum clan taklid khusus. A. Taklid Umum Taklid umum ialah berpegang dengan madzhab tertentu dalam semua perkara agamanya, karena ketidakmampuannya menetapkan hukum sendiri. Dalam masalah tersebut ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat wajib taklid seperti itu, karena merupakan kesulitan besar bagi kalangan mutaakhirin bila mereka dituntut untuk berijtihad. Di antara mereka ada yang berpendapat haram taklid seperti itu, karena hal itu sama saja dengan berhukum secara tetap kepada seseorang selain Nabi .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiya rahimahullah berkata, “Pendapat yang mewajibkan taat kepada selain Nabi dalam setiap perintah dan larangannya menyelisihi ijma' ulama. Adapun kalau sekadar membolehkan, dalam hal ini para ulama berbeda perndapat” B. Taklid Khusus Taklid khusus ialah mengambil pendapat tertentu dalam perkara-perkara tertentu. Hal ini diperbolehkan apabila seseorang tidak mampu menetapkan kebenaran dengan cara berijtihad sendiri, baik karena tidak mampu sama sekali atau dia mampu tetapi dalam keadaan tertentu mengalami kesulitan besar.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan